
Bantul – Hari ini, Jum’at (8/7) di kompleks PP. Al-Imdad I, siswa kelas 11 dan kelas 12 antusias mengikuti program talkshow Cakcoy Goes to School yang dipandu langsung oleh sang pendiri dan penyelenggara talkshow, Cakcoy dan dihadiri oleh Joko Purnomo. Wakil Bupati Bantul, Dr. Dra. Diah Retno Wulandaru, MBA Dekan Fakultas Ekonomi UNU Yogyakarta dan Nur Laili Maharani Founder Lintang Songo Group yang menjadi narasumber dalam acara ini dengan tema “Ekonomi Pesantren untuk Masa Depan Keren”.
Dalam sambutannya, Kepala Madrasah Aliyah Unggulan Al-Imdad, K.H. Ahmad Murod, S.Ag. menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran kepada para narasumber dan penyelenggara Miko Cakcoy goes to School serta Tim KOMINFO Kabupaten Bantul. Kepala madrasah juga menyampaikan tentang Badan Usaha Milik Pondok Pesantren (BUMP) Al-Imdad yang kini sedang sedang dikelola, “Kami bersenang hati karena bisa bertemu dengan para narasumber yang akan memberikan wawasan dan pengalaman-pengalaman kepada para santri sehingga setelah selesai belajar dari Al-Imdad bisa menjadi pakar-pakar ekonomi juga,” ujar kepala madrasah, “Alhamdulillah, Ponpes Al-Imdad saat ini juga memiliki badan usaha milik pesantren yakni dua minimarket, RMU (Rice Milling Unit), dan ada juga tambak udang yang letaknya di pesisir kidul dan lainnya. Kesemua unit usaha tersebut juga untuk pembelajaran para santriwan dan santriwati Al-Imdad sehingga nanti bisa menjadi orang yang mandiri dan punya kreativitas dan keahlian dalam bidang-bidang tersebut,” lanjutnya.
Talkshow yang berdurasi 90 menit ini berlangsung dengan ceria dan penuh tawa oleh guyonan antara Cakcoy dengan para narasumber serta selalu mendapat tanggapan geer dan antusiasme siswi-siswi Madrasah Aliyah Unggulan Al-Imdad. Pada kesempatan ini, Wakil Bupati Bantul, Joko Purnomo menepis anggapan bahwa santri itu ‘katrok’, “Pondok pesantren itu melakukan proses pendidikan tidak hanya lahiriah saja tetapi pondok pesantren juga membangun sebuah karakter generasi Indonesia masa depan yang unggul. Di pesantren, santri tidak hanya dibangun dari nilai-nilai ketaqwaannya, keimanannya, dan akhlaqul karimahnya tetapi juga dibangun dari nilai-nilai yang sifatnya kurikulum-kurikulum terkait dengan ilmu. Generasi di pondok pesantren itu benar-benar dipersiapkan untuk menjadi seorang pemimpin yang mengerti bagaimana itu Indonesia, NKRI, pancasila, dan bagaimana melaksanakan agama dengan baik. Hari ini saya katakan bahwa di pesantren itu sudah tidak ada lagi yang menggunakan metodologi kuno tetapi semuanya menggunakan metodologi yang sangat modern. Jadi, kepada bapak-ibu, warga masyarakat, jangan punya pemikiran bahwa pondok pesantren itu ketinggalan zaman,” ungkapnya.
Seusai acara talkshow, Tim Redaksi Majalah AL-Imdad berkesempatan untuk mewawancarai MC dan narasumber. Miko Cakcoy mengatakan, “Tujuan acara ini adalah untuk memotivasi para santri supaya menjadi yang pertama, pengusaha, yang kedua mungkin jika ada yang ingin menjadi politikus dan ketiga, siapa tahu nanti melanjutkan kuliahnya hingga menjadi dekan atau akademisi,” jelasnya, “sebagai penyelenggara dan founder Cakcoy Coes to School dalam beberapa kali acara di Al-Imdad itu sangat menyenangkan karena anak-anaknya itu ‘ambyar’, ‘connect’, nyambung dengan pemaparan para narasumber dan anak-anak Al-Imdad itu gayeng, “ papar Cakcoy dengan wajah riang, “ program Kominfo ini digelar setiap tahun di 6 titik dengan model talkshow untuk anak-anak usia SMP-SMA dan lokasi atau sekolahnya itu digilir. Semoga tahun depan, bisa kembali di Al-Imdad lagi,” harapnya.
Sementara itu, Nur Laili Maharani Founder Lintang Songo Group yang pada hari raya qurban tahun ini mendapatkan kepercayaan untuk pengadaan sapi tersebut mengungkapkan ketertarikannya dengan sesi interview yang dilakukan oleh siswi-siswi Tim Redaksi Majalah Al-Imdad, ”Ini sesuatu yang menarik tersendiri ya. Jadi kita tidak tahu kalau ada sesi interview ya Bu Diah. Ini sangat menarik. Saya itu sejak kecil senang menulis. Tulisan-tulisan saya selalu saya kirim ke koran meski bapak saya bilang paling nanti tulisanmu dibuang ke sampah, tapi saya tidak peduli, saya tetap menulis. Saya itu jadi jurnalis di Kedaulatan Rakyat sewaktu SMA dan beberapa kali menjadi juara lomba menulis. Apapun itu bisa jadi tulisan apalagi jika jadi dosen. Jadi, menulis itu menjadi sesuatu yang harus ada. Kalau Bantul punya Bantul TV. Kalau Al-imdad ya melalui majalah. Itu harus ada. Dikemas sebaik-baiknya sesuai perkembangan. Kalian penuhi medsos-medsos itu dengan tulisan (jurnalistik),” pesannya.
Ditanya komentarnya tentang acara ini, baik Dr. Dra. DIah Retno Wulandaru dan Nur Laili Maharani menyatakan bahwa acara ini sangat positif sebagai role model dan menjadi kebutuhan para santri secara tidak langsung untuk memotivasi pengembangan diri dan kiprah mereka kelak di masa depan dan di tengah-tengah masyarakat terutama dalam hal pembangunan perekonomian santri setelah selesai menamatkan pendidikannya di pesantren. “Kalau jadi santri cuma bisa mengaji tok, apalagi perempuan, itu ya kurang. Kalau pinter mengaji dan punya uang pasti sangat dihormati. Itulah mengapa menjadi santri harus mandiri dan punya keterampilan!” pesan Laili, “ Saya dolan ke Bali, saya umroh saja dibayar. Bismillah ya Allah semoga apa yang saya kerjakan jadi jalan rezeki saya, itu doa saya. Jika jadi jurnalis ya dapat berkahnya dari orang-orang yang kita sowani. Saya juga begitu, modal saya adalah relasi. Jadi kalau saya berjualan dengan nilai yang besar itu bukan uang saya sendiri tetapi dari jaringan dan kepercayaan orang lain terhadap saya. Pesantren itu sangat dipercaya sebagai social preuner, keuntungan usaha yang didapatkan tidak untuk diri sendiri tetapi juga untuk umat,” lanjutnya.
Dr. Dra. DIah Retno Wulandaru berpesan, “Jadi wanita itu tidak cuma 3-UR itu, dapur-sumur-kasur. Apalagi zaman sekarang, wanita bisa berkiprah di rumah juga dengan adanya teknologi digital. Wanita sebagai ‘madrasah’ bisa berkiprah di rumah atau di luar rumah. Semoga anak-anak bisa terinspirasi laluhal itu menjadi impian. Impian itu bagai magnet. Perempuan bisa kuliah, ada beasiswa juga di dalam dan luar negeri. Tetapi tetap juga harus berkorban seperti menyewakan rumah saya untuk biaya beli tiket S3 di luar negeri. Setiap dari kita tidak unt disbanding-bandingkan tetapi bisa menjadi role model. Kedua perempuan ini juga menegaskan agar setelah talkshow hari ini, mereka siap menerima kunjugan atau pun memfasilitasi praktek dari hasil talkshow hari ini.
Reporter : Iktava Sabila Haq (siswi kelas 11), Nurrohmah Tri Wulandari dan Nailun Najwa (siswi kelas 12)
Editor dan Guru Pembina : Mar’atul Uliyah, S.S. dan Nur Lathifah Kusuma Astuti, S.Pd.