A. PENDIDIKAN AKHIR ZAMAN
Generasi muda zaman akhir mendapatkan kesempatan memperoleh informasi pengetahuan secara mudah dan cepat. Dikatakan demikian karena memang pada akhir zaman ini segala macam pengetahuan baru bermunculan dan mengayakan perbendaharaan ilmu zaman dahulu, terlebih pengetahuan teknologi, dan sains. Ditambah lagi, penyebaran pengetahuan tersebut sudah dapat menjangkau ke seluruh penjuru dunia hanya dengan satu sentuhan jari, melalui internet di smartphone. Jadi tidak mengherankan jika anak-anak sekarang mulai paham bagaimana merangkai listrik hanya dengan melihat youtube. Anak-anak sekarang mulai pandai menjadi pembicara fasih dengan searching pidato di google. Masih banyak lagi. Meski tantangan yang sebenarnya terletak pada mudahnya pornografi, kekerasan, fitnah, pergaulan bebas, bullying, kecanduan internet/game online, penculikan, hacking, individualis, boros, dan malas menyusupi alam pikir generasi muda. Guru di dalam kelas dituntut menyesuaikan diri dengan kenyataan zaman ini.
Pesatnya laju informasi ini seharusnya menjadi ladang subur terserapnya ilmu pengetahuan. Diharapkan siswa sebelum masuk kelas sudah mempunyai gambaran pengetahuan, sebab sudah terlebih dahulu memanfaatkan teknologi informasi untuk mencari sumber-sumber referensi. Sehingga ketika di dalam kelas guru tinggal sedikit memberi penguatan akan keilmuan yang dimaksud. Namun yang terjadi tidak demikian. Justru saking mudahnya informasi diketahui, siswa cenderung malas menyerap pelajaran di kelas sebab mereka bisa mencari di luar. Akibatnya di kelas tidak nyaman dan cenderung tertekan. Apalagi dengan dilarangnya pengunaan HP di kelas. Banyak siswa yang masih mencuri-curi kesempatan untuk menggunakannya. Apalagi ilmu yang hendak mereka pelajari adalah ilmu agama Islam, ilmu yang memegangnya seperti memegang bara yang menyala. “Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260)
Tantangan inilah yang harus segera dicarikan solusi. Guru harus kreatif dan inovatif dalam menentukan pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat. Jika pada zaman dahulu, siswa adalah murid, dari kata arada (arab) yang bermakna mencari (pencari), mencari ilmu yang salah satunya dari guru. Muridlah yang begitu sangat membutuhkan ilmu dari guru, namun nampaknya ada pergeseran paradigma tentang hal ini. Zaman sekarang murid telah benar-benar menjadi siswa yang berasal dari kata wasis (jawa) yang berarti (ingin) pandai. Meski secara maknawi kadang tidak begitu terperhatikan sampai ke sana, namun ternyata secara tersurat sudah mengarah bahwa kedudukan siswa sudah tidak lagi bersungguh mencari, yaitu berdiri pada pihak yang membutuhkan, justru sekarang gurulah yang benar-benar membutuhkan agar supaya siswanya menjadi pandai. Cukup memprihatinkan.
Dari pergeseran paradigma siswa inilah, perlu dipahami bahwa guru tidak lagi menjadi panditho atau da’i, yang hanya dengan duduk bersila membacakan mantra atau ceramah di depan para pencari ilmu, seketika itu pahamlah mereka. Sekali lagi tidak. Di dalam kelas, utamanya siswa sekolah dasar hingga menengah, memerlukan metode yang tepat untuk membangkitkan kembali ghiroh murid mereka. Guru harus fokus pada bagaimana ia berhasil mencetak generasi muda yang paham ilmu, dan terlebih mengimplementasikan keilmuannya secara positif dalam kehidupan sehari-hari.
B. METODE PENDIDIKAN ISLAM ZAMAN NOW
Arifin (1991) menyampaikan bahwa secara etimologis metode berasal dari dua perkataan yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Imam (1990) menuliskan bahwa metode adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin tersebut. Selanjutnya Nata (1997) menyimpulkan bahwa metode adalah alat untuk mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori dan temuan. Dengan metode serupa itu, ilmu pengetahuan apapun dapat berkembang.
Kata metode dalam bahasa arab dikenal dalam berbagai kata. Terkadang dipakai istilah al-thariqah, manhaj, dan al-wasilah. Al-thariqah berarti jalan, manhaj berarti sistem, dan al-wasilah berarti perantara atau mediator. Dengan demikian kata arab yang dekat dengan metode adalah al-thariqah. Dari pendekatan kebahasaan tersebut nampak bahwa metode lebih menunjukkan kepada jalan dalam arti jalan yang bersifat non fisik. Yakni langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan Pendidikan maka langkah tersebut diwujudkan dalam proses pendidikan dalam rangka pembentukan akhlak dan kepribadian.
Arti metode dalam KBBI (2008) adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Metode juga diartikan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Maragustam (2016) mengatakan bahwa metode pendidikan Islam adalah seperangkat cara, jalan dan teknik yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan atau menguasai kompetensi menuju terwujudnya kepribadian muslim. Penggunaan metode yang tepat dan menarik akan membuat tujuan belajar mudah tercapai. Pembelajaran akan menjadi mudah dan dapat diikuti oleh siswa dengan menyenangkan. Dalam menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan Islam menurut Maragustam di antaranya adalah dasar agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis.
- Agamis
Metode pendidikan Islam harus memperhatikan sumber utama Islam, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Teknik-teknik pembelajaran harus mencerminkan nilai-nilai Islam secara kaffah. Menurut Abd al-Rahman al-Nahlawi (Ramayulis, 1998) mengemukakan metode pendidikan yang berdasarkan Metode Qur’an dan Hadits yang dapat menyentuh perasaan yaitu:
a. Metode Hiwar (percakapan)
Yaitu percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan sengaja diarahkan kepada suatu tujuan yang dikehendaki oleh guru.
b. Metode Kisah
Yaitu penyajian bahan pembelajaran yang menampilkan cerita-cerita yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Kisah sebagai metode pendidikan yang sangat penting, karena dapat menyentuh hati manusia. Dalam surat Yusuf ayat 3 Allah SWT berfirman: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (QS. Yusuf 12: 3).
Tidak dipungkiri, bahwa sebagian besar dari kita cenderung untuk ogah dikhotbahi dengan segunung nasehat. Melalui cerita, manusia diajarkan mencari hikmah tanpa merasa digurui. Bercerita ibarat kita curhat. Ada sebuah proses transfer emosi dari hati ke hati. Suasana seperti inilah yang akan membangun komunikasi berjalan sangat intim. Jika kita dekat, akrab dan saling berbagi, lalu apalagi yang mesti dikawatirkan? Selanjutnya terserah anda.
Dengan bercerita, ada beberapa unsur luar biasa yang bisa kita dapatkan, antara lain:
- menumbuhkan imajinasi
- mengikat emosi
- sarana pelajaran bahasa
- media penyampai pesan/nilai-nilai tertentu
- sebagai sarana hiburan dan pencegahan kejenuhan
Dalam ayat lain allah SWT Berfirman: “Maka, ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al-A’rof 176)
c. Metode Amtsal (perumpamaan)
yaitu penyajian bahan pembelajaran dengan mengangkat perumpamaan yang ada dalam al-Qur’an. Metode ini mempermudah peserta didik dalam memahami konsep yang abstrak, ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda konkrit seperti kelemahan Tuhan orang kafir yang diumpamakan dengan sarang laba-laba, di mana sarang laba-laba itu memang lemah sekali disentuh dengan lidipun dapat rusak.
d. Metode Keteladanan
yaitu memberikan teladan atau contoh yang baik kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Dr. Nashih Ulwan (1992), teladan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual, dan sosial. Sebab seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru. Metode ini merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendidik. Pelajar cenderung meneladani pendidiknya, ini dilakukan oleh semua ahli pendidikan, baik di barat maupun di timur. Dasarnya karena secara psikologis pelajar memang senang meniru, tidak saja yang baik, tetapi yang tidak baik juga ditiru. Dan memang inilah metode hakiki yang diturunkan oleh Allah dalam mendidik umat Nabi Muhammad SAW. Firman Allah berkenaan dengan metode ini Surat al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab 33: 21)
e. Metode Pembiasaan
yaitu membiasakan seorang peserta didik untuk melakukan sesuatu. Inti dari pembiasaan ini adalah pengulangan, jadi sesuatu yang dilakukan peserta didik hari ini akan diulang keesokan harinya dan begitu seterusnya. Orang jawa mengatakan tresno jalaran seko kulino, cinta datang sebab terbiasa. Semakin akrab dan sering siswa melakukan suatu pembiasaan kebaikan, maka semakin nyamanlah ia dan akrablah ia dengan kebaikan itu. Dan ilmu tentang hal akan semakin mudah diperoleh ke dalam hati.
f. Metode Ibrah dan Mau’izah
Metode Ibrah adalah penyajian bahan pembelajaran yang bertujuan melatih daya nalar pembelajar dalam menangkap makna terselubung dari suatu pernyataan atau suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar. Sedangkan metode Mau’izah adalah pemberian motivasi dengan menggunakan keuntungan dan kerugian dalam melakukan perbuatan
g. Metode Targhib dan Tarhib
Metode Targhib adalah penyajian pembelajaran dalam konteks kebahagian hidup akhirat. Targhib berarti janji Allah terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib adalah penyajian bahan pembelajaran dalam konteks hukuman akibat perbuatan dosa yang dilakukan. Atau ancaman Allah karena dosa yang dilakukan.
- Dasar Biologis
Perkembangan biologis manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologis seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Siswa usia SD dengan siswa usia SMA memiliki tingkat perkembangan biologis berbeda sehingga pembelajaran yang dilakukan juga berbeda.
Menurut Amin Budiamin (2009) proses perkembangan biologis atau perkembangan fisik mencakup perubahan-perubahan dalam tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf, struktur tulang, hormon, organ-organ inderawi, dan sejenisnya. Termasuk juga di dalamnya perubahan dalam kemampuan fisik seperti perubahan dalam penglihatan, kekuatan otot, dan lain-lain. Pemikiran tersebut menuntut perlunya suatu penyelenggaraan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan fisik seperti yang telah diungkapkan. Untuk itu dalam menggunakan metode pendidikan Islam seorang guru harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
- Dasar Psikologis
Perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap penerimaan nilai pendidikan dan pengetahuan yang dilaksanakan, dalam kondisi yang labil pemberian ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh Karenanya Metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya. Untuk itu seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis yang tumbuh pada peserta didik. Sebab dalam konsep Islam akal termasuk dalam tataran rohani.
Faktor psikologi membentuk pribadi individu secara berbeda. Kecenderungan dan kecondongan anak terbentuk dan menimbulkan kecerdasan yang oleh Prof. Dr. Howard Gardner (Jasmine, 2012) dibagi menjadi delapan macam kecerdasan. Hal ini mengisyaratkan bahwa memanglah setiap individu siswa adalah unik. Setiap siswa mempunyai karakter yang berbeda satu dengan yang lain sehingga metode yang digunakan pun seharusnya berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain.
Gardner dalam bukunya Frame of mind: The theory of multiple intelligences menyebutkan bahwa ada sedikitnya delapan jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu, yaitu: kecerdasan linguistik, kinestetik-jasmani, spasial, musikal, matematis-logis, intrapersonal, interpersonal, dan kecerdasan naturalis. Melalui kedelapan jenis kecerdasan tersebut setiap individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam dirinya. ada 8 macam kecerdasan yang salah satu atau beberapa di antaranya dapat dimiliki oleh seorang anak, yaitu:
a. Kecerdasan dalam menggunakan kata-kata (Linguistic Intelligence)
Kecerdasan linguistik mewujudkan dirinya baik dalam tulisan maupun lisan. Orang yang memiliki kecerdasan ini juga memiliki keterampilan auditori (berkaitan dengan pendengaran) mereka gemar membaca, menulis dan berbicara. Orang dengan kecerdasan ini dapat tumbuh dan berkembang dalam atomosfer akademik yang lazim pada aktifitas mendengarkan guru, mencatat, dan ujian tes-tes tertulis.
b. Kecerdasan dalam memahami tubuh (Bodily – Kinesthetic Intelligence)
Kecerdasan kinestetis memroses informasi melalui sensai yang dirasakan oleh badan mereka. Mereka tidak suka diam dan cenderung ingin bergerak. Mereka sangat baik dalam ketrampilan jasmani dan olahraga. Mereka lebih nyaman ketika menerima komunikasi dalam bentuk peragaan atau pemodelan.
c. Kecerdasan dalam menggunakan gambar (Visual – Spatial Intelligence)
Kecerdasan spasial kdang disebut juga kecerdasan visual yaitu kemampuan untuk membentuk dan memainkan model. Mereka mudah belajar dengan sajian-sajian visual seperti gambar atau video. Mereka gemar menggambar, hobi fotografi, atau film maker.
d. Kecerdasan dalam bermusik (Musical Intelligence)
Orang sering menyebut sebagi kecerdasan ritmik. Mereka sangat peka terhadap suara, mereka sering bernyayi, bersiul atau menimbulkan suara-suara ketika belajar.
e. Kecerdasan dalam menggunakan logika (Logical – Mathematical Intelligence)
Kecerdasan ini berhubungan dengan kemampuan ilmiah. Ia mampu berfikir kritis dan menggunakan metode ilmiah. Orang dengan kecerdasan ini gemar bekerja dengan data. Mereka mencermati adanya pola dan keterkaitan antar data. Mereka suka menyelesaikan soal matematis dan memainkan strategi seperti permainan catur. Mereka suka dengan penggunaan grafik. Mereka juga mampu memainkan melodi dalam bermusik dan bergerak secara ritmik atau teratur.
f. Kecerdasan dalam memahami sesama (Interpersonal Intelligence)
Kecenderungan berteman dan aktivitas sosial sangat dominan. Mereka tak nyaman jika sendirian. Mereka cocok untuk belajar dalam kelompok serta berinteraksi dengan sesama.
g. Kecerdasan dalam memahami diri sendiri (Intrapersonal Intelligence)
Kecerdasan ini tercermin dalam kesadaran akan perasaan batin sesama.mereka cenderung mandiri, tek tergantung pada orang lain dan yakin terhadap pendapat pribadi. Mereka cenderung bekerja dan belajar sendiri.
h. Kecerdasan dalam memahami alam (Naturalist Intelligence)
Seorang yang memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya suka binatang, pandai bercocok tanam dan merawat kebun, peduli tentang alam serta lingkungan, senang ke taman, kebun binatang atau menikmati keindahan di aquarium. Selain itu ia juga senang memperhatikan alam dimanapun dia berada, mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang berbeda-beda, senang memelihara binatang, mempunyai ingatan yang kuat tentang detail tempat-tempat yang pernah dia kunjungi serta nama-nama hewan, tanaman, orang dan berbagai hal lainnya, banyak bertanya tentang orang, tempat dan hal yang dia lihat di lingkungan atau di alam sehingga dia bisa lebih memahaminya. Ia mampu memahami serta mengurus dirinya sendiri di situasi atau tempat yang baru dan berbeda. Ia juga sangat memperhatikan lingkungan di sekitarnya baik di sekolah atau di rumah. Anak ini biasanya senang mencari tahu tentang sesuatu kemudian mengelompokkannya ke dalam kategori tertentu, misalnya senang mengamati burung, bebatuan atau mencatat jenis mobil yang berbeda-beda. Anak dengan kecerdasan ini biasanya tahu persis kepada siapa harus meminta bantuan saat memerlukan.
Dari berbagai macam kecerdasan tersebut, setiap jenis kecerdasan yang ada juga memiliki ciri-ciri tertentu. Dari berbagai macam ciri yang ada pada seorang anak dapat diketahui jenis kecerdasan yang dimiliki oleh anak tersebut. Namun perlu diketahui, bahwa tidak ada siswa yang hanya memiliki satu kecerdasan, umunya mereka memliki beberapa kecerdasan. Pada saat tertentu akan muncul kecenderungan terbesar mereka. Kadang di waktu lain akan muncul yang lain.
KBBI menuliskan arti kecerdasan sebagai kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian, ketazaman pikiran). Kecerdasan di sini memiliki makna kecenderungan atau ketertarikan akan individu terhadap suatu hal dan merupakan sifat bawaan lahir. Lalu apakah kecerdasan tiap individu tidak dapat ditambah atau diajarkan? Jawabannya diberikan oleh Gardner sendiri bahwa kecerdasan bisa diajarkan, artinya siswa pada akhirnya tidak hanya akan terpaku pada salah satu kecerdasan saja namun akan menjadi beberapa kecerdasan dalam dirinya.
- Dasar Sosiologis
Saat pembelanjaran berlangsung ada interaksi antara pesrta didik dengan peserta didik dan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik, atas dasar hal ini maka pengguna metode dalam pendidikan Islam harus memperhatikan landasan atau dasar ini. Jangan sampai terjadi ada metode yang digunakan tapi tidak sesuai dengan kondisi sosiologis peserta didik, jika hal ini terjadi bukan mustahil tujuan pendidikan akan sulit untuk dicapai. Penyesuaian ini dapat berarti pula pembentukan lingkungan belajar yang kondusif. Guru diharap tidak hanya menerima hasil interaksi sosiologis akan tetapi menciptakan lingkungan belajarnya. Sebagai contoh membuat grup whatsapps yang membahas tentang pendidikan Islam dengan para siswa dengan aturan-aturan tertentu sehingga terdapat komunikasi yang mendukung pendidikan Islam.
Seperti diketahui, bahwa setiap individu diciptakan membawa fitrahnya masing-masing. Pendidikan Islam sudah tertanam pada diri individu ketika bahkan manusia belum lahir dan masih berada di alam ruhani. Potensi fitrah yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah Nashih Ulwan (1992) sebagai “fitrah tauhid” aqidah iman kepada Allah dan atas dasar kesucian yang tidak ternoda. Ini adalah salah satu tujuan pendidikan Islam.
Namun kemudian lingkungan dapat berpengaruh besar terhadap perkembangan sosial manusia. Lingkungan yang menjadi area belajar siswa dewasa ini terdiri dari dua dunia, yaitu dunia nyata dan dunia maya. Dunia nyata diwakili oleh lingkungan keluarga, masyarakat, teman bermain. Sedangkan di dunia maya siswa bersinggungan dengan pertemanan di sosial media, dan dunia arus informasi tak terbendung internet. Kondisi ini tidak boleh terlepas dari guru dalam menentukan metode yang tepat bagi siswa.
Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar dalam mencapai tujuan tidak mengunakan metode yang tidak tepat dan tidak cocok kondisi agamis, kondisi biologis, kondisi psikologis, dan kondisi sosiologis peserta didik.
C. SIMPULAN
Dapat ditarik garis simpul, bahwa di zaman sekarang ini, area privat masing-masing individu sebagai siswa pembelajar semakin terbuka lebar karena arus informasi teknologi, namun juga semakin menyempitkan dunia karena keterasingan siswa pada dunia nyata dan memilih smartphone dalam komunikasi aktifnya, sehingga menurut hemat penulis, Guru haruslah memadukan multiple Intelegences dengan ketersediaan smartphone yang niscaya ini. Metode yang dipilih adalah metode yang mampu menghargai perbedaan kecerdasan dan menganggap bahwa siswa tetaplah membawa fitrahnya masing-masing. Tinggallah guru menjadi fasilitator dalam membangkitkan kembali fitrah tersebut. Dalam hal ini guru dapat membagi wilayah kerja metode menjadi tiga waktu atau bisa diistilahi “3 zaman”, yaitu zaman old, zaman now, dan zaman future. Zaman old yang dimaksud adalah bahwa metode yang dipakai perlu memfasilitasi ingatan tentang pembelajaran sebelumnya sebagai materi prasyarat maupun pendahuluan. Siswa diajak bertamasya tentang materi yang sudah dipelajari. Siswa akan cenderung lebih mudah mengerti tentang materi yang telah mereka dapatkan sehingga mereka akan lebih termotifasi dan terdongkrak rasay percaya dirinya. Kesiapan mental inilah yang diperlukan siswa dalam belajar. Kemudian Zaman now diasumsikan sebagai proses utama atau inti pembelajaran metode yang dipakai bisa dapat bermacam-macam. Tentu saja yang memperhatikan 4 ranah dasar metode di atas. Terakhir zaman future dimana siswa sudah lepas dari ruang kelas, namun guru tetap mengikat siswa dengan pembelajaran berprinsip alam takambang jadi guru, seluruh ruang dan waktu menjadi tempat belajar siswa, yaitu dengan pemanfaatan smartphone masing-masing siswa. Pembelajaran bisa dilakukan melalui aplikasi ataupun komunikasi sosial media. Sebagai contoh adanya grup belajar di whatsapps, atau penggunaan aplikasi pembelajaran lain.
Inti dari 3 zaman adalah penerapan konsep belajar ala sayyidina Ali Bin Abi Tholib dalam kitab klasik Taklim muta’alim yaitu tuulu al-zaman, waktu yang panjang. Dalam hal ini dapat dimaknai sepanjang waktu siswa harus dalam kondisi belajar. Seperti halnya sabda Nabi SAW mencari ilmu itu dari buaian hingga kematian.
Bagi seorang pendekar, pedang di tangannya mampu membuatnya semakin tangguh dalam menaklukkan musuh-musuhnya, namun bagi anak kecil, pedang justru akan melukai dirinya sendiri. Demikianlah kekuatan sebuah alat. Ia bisa membuat lebih baik keadaan atau justru sebaliknya. Metode adalah sebuah alat. Sebagus apapun metode yang digunakan, namun apabila guru tidak mengerti cara menggunakannya, niscaya justru akan merusak keadaan. Untuk itu guru harus benar-benar mengerti dan paham secara purna tentang metode sebelum menggunakannya. Wallahu a’lamu.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H M, 1991, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, cetakan ke-1, Jakarta: Bumi Aksara
Barnadib, Imam, 1990, Filsafat, Sistem, dan Metode, Yogyakarta: Yayasan Penerbit IKIP
Budiamin, Amin, Dedi Herdiana H, Daim, 2006, Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI PRESS.
Jasmine, Julia, MA, 2012, Metode Mengajar Multiple Intellegences; membangkitkan potensi kecerdasan siswa dalam praktik pembelajaran, Bandung: Nuansa Cendekia.
Maragustam, 2010, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapai Arus Global, Cet. Ke-2, Yogyakart: Kurnia Kalam Semesta.
Nata, Abudin, 1997, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Prawiradilaga, Salma, D., Siregar, Eveline, 2004, Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana
Ramayulis, 1998, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Kalam Mulia
Suyadi, Dahlia, 2014, Implementasi dan Inovasi Kurikulum 2013; Program Pembelajaran Berbasis Multiple Intellegences, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tim Penyusun, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Ed.8, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ulwan, Abdullah Nashih, 1992, Pendidikan Anak Menurut Islam; Kaidah-Kaidah Dasar (terj. Tarbiyatul Islam Lil Aulad oleh Khalilullah Ahmas, Bandung: Remaja Rosdakarya